Service95 Logo
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 
Issue #006 Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 

All products featured are independently chosen by the Service95 team. When you purchase something through our shopping links, we may earn an affiliate commission.

Misogyny in hip-hop: collage of female rappers: Nicki Minaj, Roxanne Shante, Lil’ Kim, Cardi B, Megan Thee Stallion and Rico Nasty Parveen Narowalia

Bagi Perempuan di Genre Hip-Hop, Lawan Terbesar Mereka Masih Misogini 

Pada bulan Juli 2020, Megan Thee Stallion menyatakan, setelah pesta di rumah Kylie Jenner, bahwa dia ditembak di kaki oleh sesama rapper Tory Lanez. Media pun menjadi heboh, di mana ada lebih banyak yang meragukan apakah penembakan itu benar-benar terjadi – ditambah dengan cemoohan yang tidak berperasaan – daripada dukungan untuk Megan, bahkan saat dia menyiarkan Instagram Live dan menangisi insiden tersebut. Kurang dari sebulan kemudian, Megan dan Cardi B merilis single yang menduduki puncak tangga lagu, WAP. Teori yang disimpulkan oleh internet? Bahwasanya insiden sebelumnya adalah aksi publisitas untuk mempromosikan lagu tersebut. Lupakan rekaman video Megan berjalan tertatih-tatih dan meninggalkan jejak darah. Poin utamanya adalah bahwa kesuksesannya perlu diiringi dengan tragedi dan pelecehan supaya berhasil. Misogini, atau lebih tepatnya misogynoir – di mana seksisme dan rasisme bersinggungan – telah menjadi bagian dari hip-hop sejak awal kemunculannya. Pada tahun 1987, trio asal Bronx Selatan, Boogie Down Productions (BDP, yang beranggotakan KRS-One, D-Nice dan mendiang Scott La Rock) terjerat dalam perselisihan antar wilayah di New York City, beradu dengan gerombolan lawan The Juice Crew di Queensbridge. BDP merilis lagu ejekan yang berapi-api The Bridge Is Over, yang mereka tujukan pada satu-satunya personel perempuan Juice Crew yang masih di bawah umur, Roxanne Shanté, dengan kalimat, ”Roxanne Shanté bagusnya hanya untuk bercinta secara rutin’’. Untuk seseorang yang terlahir sebagai rapper jalanan seperti Shanté, kata-kata itu bagaikan hujaman pisau. Ia memulai kariernya pada usia 15 tahun, ketika dirinya dengan berani menantang grup hip-hop Brooklyn UTFO karena lagu mereka Roxanne Roxanne, sebuah lagu di mana mereka mencela seorang wanita bernama Roxanne karena tidak mau menuruti rayuan mereka. Shanté mengambil identitas Roxanne, merilis lagu respons Roxanne’s Revenge, dan memulai karir dengan berdiri tegak melawan para pesaing laki-laki dan upaya mereka untuk meremehkan perempuan. Tiga tahun setelah Roxanne’s Revenge, ia direduksi menjadi hanya satu sisi saja di The Bridge Is Over – dan itu bukanlah tentang keahliannya membuat lirik. Hal ini menjadi tanda awal munculnya sikap misoginis dalam hip-hop. Dan tidak seperti The Bridge, hal ini masih jauh dari kata selesai. 

“Tak usah pedulikan liriknya yang tajam. Dia sering disuruh penggemarnya untuk menggoyang bokongnya sebagai gantinya”

  Tiga puluh lima tahun kemudian, rapper Rico Nasty mengungkapkan dalam sebuah wawancara dengan majalah XXL bahwa selama pertunjukan konsernya, penonton sering mengangkat tanda di layar ponsel mereka yang bertuliskan ‘TWERK’ saat dia mencoba melakukan rap untuk mereka. Dalam wawancara yang sama, ia mengakui bahwa permintaan untuk menari sesuai perintah mungkin adalah “hal terburuk” yang bisa kalian minta kepada rapper perempuan saat mereka tampil. Tak usah pedulikan liriknya yang tajam. Dia sering disuruh penggemarnya untuk menggoyang bokongnya sebagai gantinya. Rico telah berhasil bertahan melewati tahun 2021 yang penuh tekanan, menjadi musisi pembuka untuk Playboi Carti dalam Tur Narcissist/King Vamp-nya, di mana penggemar Carti yang didominasi laki-laki kulit putih meneriakkan nama Carti dengan keras selama Rico di atas panggung, dan pada suatu waktu dirinya juga pernah dilempari botol. (Hal ini kemudian memicu kekhawatiran tentang kesehatan mentalnya setelah ia menghapus rentetan kicauan di Twitter di mana ia mengungkapkan bahwa ia menangis sampai tertidur di bis tur setiap malam. Ia menulis: ‘Sama seperti kalian, aku juga berharap aku mati, percayalah.’) Ini semua adalah hal yang melemahkan rapper wanita mana pun. Tujuan mereka adalah untuk mempromosikan karya mereka, namun berbagai perlakuan seperti yang dialami oleh Rico dapat meluluhlantakkan sepenuhnya kerangka kerja seniman perempuan mana pun saat ia mencoba bermanuver di industri yang digerakkan oleh laki-laki. Sepanjang sejarah hip-hop, konsep misogini hadir dalam suatu spektrum, yang didikte oleh berbagai keinginan dari kacamata laki-laki. Di masa-masa awal munculnya musik rap, taruhannya lebih rendah. Hip-hop bukanlah kerajaan multi-miliar dolar seperti sekarang, jadi contoh perbuatan misoginis diturunkan pangkatnya menjadi kiasan untuk perebutan perempuan yang menjadi pasangan laki-laki lain. Pada waktu itu budaya rap masih berkembang, dan dalam upaya untuk memfasilitasi usaha laki-laki untuk naik, perempuan berperan sebagai perawat dalam permainan perang – seringkali disingkirkan jika mereka mengambil status sebagai tentara. Lambat laun, perlakuan buruk tersebut semakin menjadi-jadi. Ketika para rapper laki-laki menghasilkan pendapatan jutaan dolar, mereka membawa seorang wanita di samping mereka sebagai properti, sering kali sebagai ‘model perempuan seksi dalam video klip’, sementara subjek pembahasan dalam lagu-lagu mereka menjadi semakin tak karuan, diselingi dengan menyebut perempuan sebagai jalang (di antara sebutan lainnya). Konsep memiliki seorang ‘permaisuri’ sebagai anggota kru hip-hop adalah suatu langkah baru, meskipun pada saat ia diberdayakan, aturan pun diberlakukan untuk meluluhlantakkan kredibilitasnya. 

“Kim menuntut dominasi seksual, kemewahan yang sama seperti laki-laki, dan mengambil perannya sebagai seorang pemimpin, yang mana banyak yang menganggapnya sebagai melemahkan laki-laki” 

  Kita menyaksikan hal ini terjadi pada tahun 1996, saat Lil ‘Kim pertama kali meninggalkan teman-temannya di Junior M.A.F.I.A. untuk menjadi seorang bintang. Album debut solonya Hard Core adalah manifesto feminis, di mana Kim menuntut dominasi seksual, kemewahan yang sama seperti laki-laki, dan mengambil perannya sebagai seorang pemimpin, yang mana banyak yang menganggapnya sebagai melemahkan laki-laki. Dia dicap ‘tak senonoh’ dan diadu dengan perempuan lain di panggung yang sama, termasuk Foxy Brown. Ia bahkan dituduh tidak menulis sajaknya sendiri dan dituduh berada dalam bayang-bayang The Notorious B.I.G. – bahkan jauh setelah Biggie meninggal di tahun 1997. Di atas segalanya, ini adalah permainan kekuasaan. Bagi Lil’ Kim, kariernya yang maju pesat memberi jalan bagi orang-orang untuk memberi kritik pedas terhadap materi rapnya seakan ia tak diizinkan untuk menyuarakan itu. Hal ini terjadi di saat para laki-laki di genre rap baru saja menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi, dan inti dari sajak mereka adalah tentang narkoba, seks, dan uang. Saat Kim membawakan rap tentang topik yang sama, hal tersebut dikategorikan sebagai hal yang ‘kotor’. Hal itu tidak menghalangi pembicaraan yang ingin diangkatnya. Bagaimanapun juga, Li’ Kim terus membawakannya seiring dengan perkembangan kariernya. Kegigihannya menetapkan standar bagi para rapper perempuan, menginspirasi keterusterangan yang terus dia pertahankan hingga hari ini. Musisi lain seperti Trina, Nicki Minaj, Cardi B, dan yang terbaru Megan Thee Stallion, semuanya telah mengambil pendekatan ini, dalam kaitannya dengan seks dan dominasi seksual dalam lagu. Berlawanan dengan yang diyakini banyak orang, ini bukan hanya soal seks, tapi soal mengembalikan kekuatan ke tangan perempuan. Hal ini telah menghasilkan jutaan dolar untuk genre hip-hop, dan sekarang ada banyak perempuan di luar sana yang melakukannya. Meskipun begitu, perempuan masih harus berjuang mempertahankan hak untuk mengekspresikan diri mereka. Sekitar 25 tahun yang lalu, sebuah label didirikan untuk jenis musik seperti yang Lil’ Kim buat. Jenis musik itu disebut ‘hiperseksualitas’, yang menunjukkan tingkat seksualitas yang lebih tinggi di luar norma mutlak. Istilah tersebut sekarang telah berkembang menjadi ‘sikap positif seks’, atau cara memandang seks dari sisi baiknya, yang sebenarnya bukan merupakan keputusan hip-hop. Sebaliknya, itu adalah cerminan dari perubahan perspektif masyarakat, di mana bahkan industri seperti seks komersial telah mengalami perubahan narasi sepenuhnya dari sebelumnya. Zaman terus berubah, namun di industri seperti hip-hop, keengganan untuk mendengar perempuan membahas tentang seks masih menjadi bagian dari ketidakseimbangan. Berbagai grup termasuk City Girls telah menantang ketidaklogisan ini, dengan menunjukkan bahwa begitu perempuan mengambil kepemilikan atas subjek yang sama seperti yang dulunya digunakan oleh laki-laki untuk menyerang mereka melalui lagu, kemarahan yang meluas akan muncul. Nicki Minaj telah menggemakan sentimen serupa, dengan mempertanyakan juga mengapa seniman di posisinya jarang dimasukkan ke dalam kumpulan ‘orang-orang hebat’, tapi laki-laki yang melakukan jauh lebih sedikit hal daripada dirinya disambut dengan ramah di lingkaran tersebut.  

“Lirik yang dulunya digunakan oleh rapper laki-laki untuk mengontrol dan merendahkan perempuan kini menjadi tinta di pena rapper perempuan”

  Saat ini, akar utama misogini dalam hip-hop adalah masalah dominasi. Kesuksesan para rapper perempuan telah mencapai puncaknya, di mana ada lebih banyak perempuan sukses di bidang rap daripada sebelumnya. Perempuan menang dalam apa yang secara historis merupakan ‘permainan laki-laki’. Lirik yang dulunya digunakan oleh rapper laki-laki untuk mengontrol dan merendahkan perempuan kini menjadi tinta di pena rapper perempuan. Mereka memiliki kendali atas narasi mereka sendiri, yang menimbulkan ancaman bagi laki-laki (dan sayangnya beberapa perempuan), yang mengakibatkan kemarahan yang salah arah. Hal ini menyebabkan efek berkelanjutan terkait misogini dalam hip-hop, yang dipicu oleh kritik dari media, sesama musisi, label rekaman, dan media sosial/fandom, yang menyebabkan masalah ini masih tetap ada. Kita melihatnya dengan jelas ketika Cardi B dan Megan Thee Stallion merilis WAP yang disebutkan di atas pada tahun 2020. Mereka dikritik secara berlebihan karena isi lagu mereka dan sampel dari DJ Frank Ski yang mereka gunakan, yang mencakup seruan Ada beberapa pelacur di rumah ini.’ Frank menyebut perempuan ‘pelacur’ dianggap biasa saja, tapi tidak ketika Cardi dan Meg menggunakannya sebagai sampel dan menambahkan kata ‘pussy’ atau alat kelamin wanita pada hook-nya. WAP yang memuncaki tangga lagu menyebabkan evolusi percakapan ‘hiperseksual’, dengan musik mereka dijuluki ‘pussy rap’ dan ‘stripper rap’, yang menekankan bahwa berbicara tentang seks dengan terlalu bersemangat tak hanya menurunkan moral hip-hop, tapi juga mengirim pesan yang salah pada dunia. Kita bisa duduk di sini sepanjang hari dan menelusuri lirik lama 2 Live Crew atau menghitung berapa kali rapper laki-laki menggunakan kata ‘jalang’ dan ‘perempuan binal’ untuk entah bagaimana membela apa pun yang para kritikus pikir dilakukan oleh Cardi B dan rapper positif seks perempuan lainnya. Akan tetapi, hal tersebut bisa jadi sia-sia, dan mungkin tidak akan pernah mengubah hasilnya. Selama empat dekade terakhir, ada harapan (lebih tepatnya, keinginan) bahwa seiring berjalannya waktu, kontribusi perempuan dalam budaya hip-hop akan menutupi stereotip yang disematkan pada mereka oleh laki-laki dan sesama perempuan. Secara bertahap, kita menyaksikan kisah sukses rapper perempuan mulai lebih sering terlihat. Ini termasuk salah satu cara menghilangkan narasi ‘cuma bisa ada satu’, atau jika ada lebih dari satu perempuan dalam suatu bidang, maka mereka mutlak harus saling membenci. Sentimen terakhir benar-benar menjadi bukti soal fetishisasi perseteruan perempuan. Hal tersebut pada dasarnya tidak merugikan departemen pemasaran di label rekaman pula. Itu adalah salah satu bagian dari spektrum seksis, tokenisasi, dan mengalienasi perempuan sembari memberi kesan bahwa mereka terlalu emosional untuk menghadapi persaingan. Bagian lainnya melibatkan diskusi perempuan tentang seks, seksualitas, dan tubuh mereka sendiri, di dunia yang bisa dibilang membuat mereka tetap berada dalam pola misogini. Jadi, di sinilah kita duduk di dunia di mana hip-hop adalah genre dominan dalam industri musik – genre ini berperan besar dalam kesuksesan dan kontribusi di ranah pop, serta bernilai miliaran dolar. Di saat yang sama, kita melihat semakin banyak perempuan meraih kesuksesan di genre ini daripada sebelumnya. Kedua kondisi ini bisa terjadi secara berdampingan. Saat hip-hop merayakan ultahnya ke-50 tahun depan, satu-satunya cara agar penilaian non-linier ini berkurang adalah dengan memahami bahwa perempuan bukanlah objek tunggal yang seragam: tidak dalam lagu, tidak dalam kepribadian, tidak dalam kehidupan. Hal ini berarti kaum laki-laki harus menyerahkan beberapa tingkat kekuasaannya. Akankah hal itu terjadi? Siapa tahu. Tapi satu hal yang pasti: kaum perempuan tidak berencana untuk berhenti.    5 Rapper Perempuan yang Berjaya di Dunia Pria  
  1. Roxanne Shanté, yang menyempurnakan seni adu rap.  
  2. Lil’ Kim, yang mengajarkan kita bahwa seks adalah kekuatan.  
  3. Lauryn Hill, yang menjadi cikal bakal gaya rap sebagian besar laki-laki saat ini.  
  4. Nicki Minaj, yang membawa hip-hop ke berbagai dimensi baru.  
  5. Rapsody, yang tidak menyerah pada tekanan industri, dan tetap berpegang teguh pada keyakinannya sendiri.  
  kathy iandoli adalah jurnalis terkemuka dan penulis buku God Save The Queens: The Essential History Of Women In Hip-Hop, Baby Girl: Better Known As Aaliyah, dan buku memoar Lil’ Kim yang akan segera dirilis, The Queen Bee. Ia juga seorang professor di New York University

Read More

Subscribe